180; Sienna and her wrong feelings.
Jika semalam langit dipenuhi dengan awan gelap, berbeda dengan pagi ini. Langit di atas sana nampak tidak malu memperlihatkan warna birunya yang sangat indah. Tidak lupa dengan matahari yang berada tepat di atas sana.
Sinar cerah yang dipancarkan matahari, sepertinya berefek pada semangat gadis yang saat ini tengah menatap pantulan dirinya dicermin. Gadis dengan pakaian jumpsuit tersebut tak ada hentinya menyisir rambut dan melepas pasang jepitan rambut di poninya.
Merasa lelah, akhirnya Sienna memutuskan untuk membiarkan rambutnya dicatok lurus tanpa tambahan aksesoris apapun. Sebelum pergi, ia memastikan kembali penampilannya dicermin dan bermonolog, “Baju gue ga aneh kan, ya?”
“Udahlah, capek gue, mending gue otw sekarang daripada sibuk ngurusin baju yang gue pake. Oke let’s goooo!!!”
Seusai mengatakan hal tersebut pada dirinya sendiri, Sienna langsung turun ke ruang makan untuk mengambil roti sebagai sarapannya. Rumah mewah dengan 3 lantai itu tampak sepi. Hanya ada Sienna dan Bi Emi—pembantunya, disana. Sambil mengunyah rotinya, Sienna melihat kanan dan kirinya. Dilanjutkan dengan senyum miris yang perlahan terlihat di wajah cantiknya, entah karena apa.
“Bi Emi, aku pergi dulu ya!” Setelah menyelesaikan sarapannya, Sienna sedikit berteriak untuk berpamitan dengan pembantu kesayangannya. Baginya, Bi Emi sudah seperti ibunya. Maka dari itulah, ia sangat menghormati wanita tua yang saat ini tengah sibuk menjemur pakaian majikannya.
Di perjalanan menuju rumah sang kakak sepupu, alias Devano, Sienna tak bisa berhenti untuk tersenyum. Ia membayangkan bagaimana serunya ia, Devano, dan juga Keyna, yang nanti akan menghabiskan banyak waktu untuk jalan-jalan dan berbelanja di mall.
Wanita paruh baya yang sedang mengambil paket di depan rumahnya adalah hal yang pertama kali Sienna lihat saat ia sampai di rumah Devano. Sienna ikut tersenyum dan menyapa si bapak tukang paket, lalu menghampiri bunda Devano.
Tasya—bunda Devano, sedikit terkejut saat melihat kehadiran keponakannya di rumahnya. “Halo tante, apa kabar? Udah lama, ya, Sienna ga main kesini.” Sapa Sienna ramah. Tak lupa dengan senyum manisnya.
“Halo sayang, iya, nih. Sienna kok tumben kesini? Mau cari siapa, sayang?”
Sebelum menjawab, Sienna sudah diajak terlebih dahulu untuk masuk ke ruang tamu rumah Devano oleh Tasya. Ruang tamu yang akan selalu memberikan kehangatan bagi Sienna. Ditambah banyaknya foto-foto masa kecil sepupunya, membuat suasana disana menjadi lebih hangat.
Setelah memastikan Tasya sudah ikut duduk di sebelahnya, Sienna baru menjawab ucapan Tasya di depan rumah tadi. “Nyari Kak Devano sama Keyna, tante. Mereka ada?”
Tasya menekuk wajahnya saat ditanya seperti itu oleh Sienna. “Loh, Devano sama Keyna lagi pergi, sayang. Kamu sebelumnya udah ada janji sama mereka?”
Sienna terkejut. Ia melihat ke sembarang arah guna mengurangi rasa terkejutnya. “Oh, lagi pergi ya, tan? Sienna sebelum kesini emang ga bilang ke Kak Devano dulu sih, jadi ga tau kalo dia lagi pergi hehe.”
Sienna merutuki dirinya sendiri yang saat ini terlihat bodoh di depan bundanya Devano. Salahnya sendiri yang dengan percaya diri mengajak Devano dan Keyna untuk pergi tanpa membuat janji terlebih dahulu dengan mereka. Sekarang hanya ada penyesalan dan kebingungan di benak Sienna.
“Kalo gitu Sienna pulang ya, tante. Maaf udah ganggu siang-siang gini. Nanti tolong titipin salam aku ke Kak Vano sama Keyna, ya, kalo mereka udah pulang.” Sienna langsung berpamitan dan berjalan cepat ke luar rumah Devano tanpa mendengar ucapan dari bundanya Devano.
Setelah dirinya berada di dalam mobil, Sienna berulang kali menormalkan nafasnya yang tiba-tiba terasa sesak. Ia menatap jalanan di depannya dan memilih untuk segera pergi dari komplek perumahan Devano, tanpa tahu tujuannya kemana.
Ditinggal, dilupakan, dibully adalah makanan sehari-hari Sienna. Dan makan siangnya hari ini sepertinya akan dilewatkan karena sudah merasa kenyang atas kejadian tadi.
Hampir satu jam ia habiskan hanya dengan mengelilingi jalanan, akhirnya ia putuskan untuk berhenti di coffee shop yang sepertinya lagi banyak dibicarakan dikalangan remaja. Saat ia masuk, ia terdiam di pintu kafe karena ternyata keadaan di dalam sana cukup ramai. Hal itu membuat Sienna sedikit takut untuk melangkah lebih jauh ke dalam kafe. Namun, segera ia beranikan dirinya untuk ikut duduk di tengah keramaian orang-orang yang sepertinya seumuran dengannya.
Ia kemudian memesan segelas vanilla latte dan satu porsi fish and chips. Sambil menunggu pesanannya tiba, Sienna mengalihkan pandangannya ke layar ponsel dan mulai memasang airpods dikedua telinganya. Suasana ramai kafe tak lagi menarik seluruh atensinya, karena foto kecil laki-laki yang saat ini terpampang diponselnya, jauh terlihat lebih menarik baginya.
Foto tersebut adalah foto balita seorang laki-laki yang saat ini sangat berjasa untuknya. Laki-laki yang sejak kecil sudah membuat Sienna kagum. Serta laki-laki yang akan selalu Sienna kagumi seumur hidupnya.
Devano. Nama laki-laki kecil itu. Difoto itu terlihat Devano yang tersenyum menghadap kamera dengan rambutnya yang terlihat panjang. Sienna lagi-lagi tersenyum melihat foto masa kecil Devano.
Ia sendiri tahu betul kalau dirinya sudah dari lama memiliki perasaan terhadap kakak sepupunya itu, jauh sebelum Devano menjadi seorang psikolog, gitaris, dan model. Sienna juga sadar kalau perasaan yang ia miliki sejak SMP itu sangat salah. Karena sampai kapanpun Devano tidak akan pernah melihat dirinya sebagai seorang perempuan, melainkan hanya sebagai adik sepupu dan pasiennya. Di samping itu, ia sadar akan pekerjaan Devano yang amat sangat tidak memungkinkan bagi Devano memiliki perasaan yang sama dengan Sienna. Apalagi ia tahu, kalau kakak sepupunya itu akan selalu professional terhadap pekerjaannya.
Sienna menghembuskan nafasnya dan memejamkan matanya sebentar. Saat membuka mata, ia melihat pelayan yang sedang membawa minuman dan makanannya.
Setelah menerima semua pesanannya, Sienna memutuskan untuk langsung menyantapnya dan melupakan rencananya hari ini. Mungkin memang belum waktunya. Atau mungkin quality time yang ia impikan akan terwujud bersama Devano dan Keyna, hanyalah sebuah mimpi yang tidak akan pernah terwujud.