107; Perasaan Itu, Ada.
“Clara, kamu make up dulu ya, biar pas Devano sampe langsung ganti outfit aja.”
“Mba Vera, ini kabelnya nyambung kemana?”
“Kalu juga langsung ke ruang make up dulu ya, sesi photoshoot kamu habis Devano sama Clara.”
Begitulah suasana studio siang ini. Seluruh staff, photographer, MUA, model, dan manager tengah sibuk dengan urusannya masing-masing.
Kalu langsung melangkahkan kakinya ke ruangan yang sama dengan Clara setelah diperintahkan seperti itu. Disana, ada Clara yang tengah didandani dan dipakaikan nail gel oleh sang make up artist.
“Oh, hai Kalu, welcome back!,” seru Clara saat melihat Kalu duduk di sebelahnya. Kalu hanya tersenyum tanpa berniat menjawab sapaan Clara.
“Wah, udah lama ya kita ga ketemu? Kalu apa kabar?,” tanya Rara, sang make up artist yang hari ini bertugas mendandani Kalu.
“Baik, Ra. Kamu sendiri apa kabar?”
“Aku baik juga. Yaudah sekarang aku mulai ya make upnya”
“Iya, Ra.”
Rara dengan telaten langsung memakaikan beberapa jepit rambut dirambut Kalu agar tidak mengganggu proses make up. Suasana yang sudah lama tidak dirasakannya membuat kecanggungan antara Kalu dan Rara. Namun dengan cepat ia tepis.
Di sampingnya, Clara sedang sibuk bergosip dengan Thea yang juga sedang mendandaninya. Kalu saat ini fokus pada penampilan Clara. Ia terlihat sangat cantik dalam polesan make up natural ala artis Korea. Lantas, Kalu langsung menatap dirinya di cermin sambil membandingkan dirinya dengan Clara.
Mulai dari bentuk wajah, mereka berdua sama-sama memiliki wajah yang kecil. Hanya saja, pipi Clara sedikit lebih chubby dibanding Kalu. Lanjut ke bentuk tubuh yang merupakan titik kelemahan Kalu. Ia selalu merasa sangat kalah jauh dengan Clara dalam hal ini. Clara memiliki tubuh yang sempurna dengan berat dan tinggi yang sangat ideal bagi seorang model. Sedangkan Kalu adalah kebalikannya. Walaupun memiliki ukuran tubuh yang tidak terlalu besar, tetapi kejadian beberapa hari lalu sudah cukup membuktikan betapa insecurenya Kalu dengan tubuhnya.
Tak lama, suara tawa laki-laki mulai mendominasi ruangan make up mereka. Devano dan Candra yang baru saja tiba, sedikit terkejut karena di dalam ruangan itu sudah ada Kalu dan Clara. Kalu yang melihat mereka berdua sontak melambaikan tangannya ke mereka dan dibalas dengan sapaan ramah oleh Candra.
Devano melangkah terlebih dahulu dan mengambil tempat di sebelah Kalu. Netra keduanya saling bertatapan, sampai bulan sabit terlihat dikedua mata Devano. Kalu langsung tertawa melihatnya.
“Yang namanya Devano yang mana?”
Clara melihat kanan dan kirinya untuk memastikan siapa pemilik nama Devano yang akan menjadi partner photoshootnya hari ini. Devano langsung menjawab, “Gue. Gue Devano.”
“Oh, salam kenal lagi ya. Semoga hari ini berjalan lancar.” Devano hanya mendengarkan tanpa berniat menatap lawan bicaranya itu.
Ia lanjut mengalihkan pandangannya ke gadis yang saat ini tengah dipakaikan bulu mata palsu dikedua matanya. Kalu terlihat sangat cantik dengan riasan mata berwarna pink kecoklatan dengan glitter yang menghiasinya.
Sesekali Devano ikut tertawa melihat Kalu yang tertawa karena sesuatu yang dikatakan oleh MUA yang mendandani Kalu.
Devano bahkan bersumpah bahwa senyuman Kalu adalah senyuman termanis yang pernah ia lihat. Senyuman yang hanya dimiliki oleh Kalu. Walaupun di luar sana masih banyak perempuan yang jauh lebih cantik dari Kalu, misalnya Jennie Blackpink dan Irene Red Velvet, tapi baginya, tetap akan Kalu yang menjadi pemenangnya.
Entahlah, yang pasti saat ini biarkan Devano mengagumi kecantikan perempuan di sebelahnya ini. Kecantikan yang mulai saat ini akan selalu mengisi kepala Devano.
Dan kecantikan yang mungkin akan selalu abadi dikenang oleh Devano.
“Dep, kok bengong? Awas kesambet setan loh,” Kalu menyadarkan Devano dari lamunannya sambil tertawa. Devano mencoba memejamkan matanya sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali agar dirinya kembali sadar dari lamunannya terhadap Kalu.
“Eh? Hahahaha,” balas Devano.
“Lo udah selesai?,” tanya Elin yang baru sampai di ruang make up. Ia juga menaikkan alisnya dengan maksud menyapa Devano.
“Udah”
“Yaudah kalo gitu lo langsung ganti baju aja sekarang”
“Oke”
Elin keluar terlebih dahulu untuk menyiapkan baju Kalu. Sebelum pergi, Kalu melihat ke sebelah kanannya. Ia melihat Clara masih sibuk dengan riasan bibirnya, sedangkan Candra yang baru mulai didandani.
Di sebelah kirinya ada Devano yang masih santai memainkan handphonenya. Ia terlihat 1000 kali lebih tampan saat ini. Hanya dengan kaos putih tipis dan celana panjang denim, mampu membuat Kalu salah tingkah melihatnya.
“Udah selesai?,” tanya Devano yang sekarang mulai bersiap didandani oleh Rara.
“Udah. Gue duluan ke ruang ganti ya”
“Sebentar. Coba sini deketan.”
Kalu diam sebentar sambil mencerna ucapan Devano. Namun, sedetik kemudian ia memajukan tubuhnya dekat Devano. “Ngapain?”
Kalu menegang saat tangan Devano menyentuh bibirnya. Ia mengusap pelan bagian bawah bibir Kalu dan lanjut beralih menatap matanya. “Lipstik lo sedikit berantakan tadi dibagian bawah, tapi sekarang udah rapi.”
“Makasih, Dep, gue pergi dulu ya.” Kalu langsung membenarkan posisinya dan hendak berjalan keluar, guna menghindari rasa gugupnya terhadap Devano. Sial, lagi dan lagi perlakuan manis Devano selalu mampu membuat gadis itu kehilangan akal sehatnya. Ditambah dengan ucapan manis yang keluar dari mulut Devano saat ini, hampir membuat Kalu kehilangan keseimbangannya.
“Kalu, lo cantik hari ini. Semangat photoshootnya.”
Kalu langsung berjalan keluar tanpa berniat membalas ucapan Devano. Sedangkan orang lain yang ada disana langsung menatap curiga ke Devano dan Kalu. Terutama Clara. Ia lantas mengeluarkan senyum sinisnya tanpa disadari oleh siapapun.
“Oke, selesai. Good job Kaluela, ini hasilnya keliatan bagus semua.” Pujian langsung terlontar dari mulut Surya—photographer studio mereka.
Kalu langsung tersenyum begitu mendengarnya. “Terima kasih, Kak Surya.”
Di belakang sana, ada Clara, Candra, dan Devano yang ikut menyaksikan pemotretan yang dilakukan Kalu. Devano ikut tepuk tangan kala mendengar pujian Surya terhadap Kalu.
“Lo keliatan naksir banget ya sama Kalu,” bisik Candra sedikit meledek Devano. Candra terlalu pandai dalam menebak hubungan percintaan sahabatnya jadi ia sangat yakin kalau Devano saat ini tengah jatuh cinta kepada Kalu.
Devano tersenyum dan menjawab dengan jujur. “Iya.”
Baginya, sudah tidak ada lagi alasan buat menutupi rasa sukanya ke Kalu. Apalagi di depan sahabatnya yang sudah sangat tahu tentang hubungan asmaranya.
“Clara sama Devano, ayo sekarang giliran kalian.”
Mereka langsung berjalan ke depan dan bersiap dengan pose yang mereka peragakan. Surya yang juga bertugas untuk mengarahkan pose ke para modelnya, saat ini langsung mengarahkan pose ke Clara dan Devano. Ia meminta agar Devano berdiri di sebelah kanan Clara dan sedikit mundur ke belakang. Sedangkan Clara tetap diam dan melipat kedua tangannya di depan dada.
Kalu yang memang sengaja tetap diam disana, merasa sedikit cemburu dengan Clara. Ia melihat bagaimana Clara yang mencoba lebih dekat dengan Devano sedangkan Devano yang justru ingin menghindar.
“Coba Devano lebih deket lagi sama Clara terus kepalanya dimajuin biar sejajar sama Clara,” sorak Surya. Surya sendiri merasa gemas karena dua model di depannya ini sangat canggung. Lantas ia mengarahkan kembali gaya untuk Devano agar mereka terlihat lebih serasi. “Devano coba tangannya juga rangkul Clara, supaya lebih serasi.”
Dengan perasaan tidak suka, Devano tetap mengikuti arahan Surya. Bagaimanapun ia harus terlihat professional dalam pekerjaannya. Ia melirik Kalu yang saat ini berada di pojok. Pandangan keduanya kembali bertemu, namun dengan cepat Kalu mengalihkan pandangannya dan melihat ke arah lain.
Setelah dirasa semuanya siap, Surya langsung memberi aba-aba kalau ia akan segera memotret mereka. Devano dan Clara melanjutkan sesi pemotretan mereka dengan canggung, namun ternyata hasilnya sangat memuaskan bagi mereka yang baru pertama kali menjadi partner.
“Oke beres, thank you Clara, Vano. Gue yakin hasilnya bagus juga kayak punya Kalu sama Candra. Tapi kalian berdua masih keliatan canggung sih, coba chemistrynya lebih ditingkatkan ya supaya lebih memuaskan nanti.”
Keduanya sama-sama mengangguk dan langsung kembali ke ruang ganti. Devano menatap sekitarnya untuk mencari keberadaan Kalu, namun nihil. Ia tidak melihat Kalu disana. Lantas ia berjalan cepat ke ruang ganti untuk mencari Kalu disana.
Kalu yang baru saja meninggalkan ruang ganti dan hendak menuju mobil Elin, langsung terhenti saat diriny menabrak sesuatu. “Aduh! Kepala gue,” rintih Kalu yang merasa kesakitan saat kepalanya menabrak sesuatu.
Ia menatap seseorang dihadapannya dan netranya jatuh ke wajah Devano. Kalu terkejut dan refleks melangkah mundur. Ia juga memberikan Devano akses jalan ke dalam tetapi yang terjadi adalah Devano justru menggenggam tangannya untuk ikut ke dalam.
Kalu memberontak agar genggamannya dilepaskan karena ia sendiri sangat canggung, ditambah tatapan intimidasi dari orang disekitar mereka. “Dep, lepasin! Jangan genggaman gini, ga enak diliatin orang.”
Perlahan Devano melepaskan genggamannya dari tangan Kalu. Ia menatap Kalu yang sedikit gelisah sambil mengusap tangannya. Tangan yang sebelumnya digenggam Devano, ternyata memberikan bekas kemerahan. Sontak Devano langsung mengusap pelan tangan Kalu dan mengucapkan maaf berkali-kali.
Tanpa mereka berdua sadari, kini seluruh tatapan orang-orang yang berada di dalam ruang ganti, termasuk Elin, Clara, Candra, dan Mba Vera, tengah menatap mereka berdua.
Dan sekali lagi, tanpa mereka berdua sadari, keduanya telah sama-sama jatuh. Jatuh ke dalam perasaan yang mereka sendiri tidak sadari. Terutama bagi Kalu. Perasaan yang akan mengubah cara pandang mereka terhadap satu sama lain dan hubungan mereka.
“Gue tunggu di mobil ya, nanti pulang bareng gue.”
Devano lantas meninggalkan ruang ganti usai berkata demikian ke Kalu. Tanpa menghiraukan tatapan orang-orang sekitarnya, Devano yakin bahwa mereka akan menjadi bahan perbincangan disana.
Namun, berbeda dengan Kalu. Ia cukup takut untuk beranjak atau sekedar membalikkan tubuhnya dari posisinya saat ini. Ia takut melihat tatapan orang-orang yang mungkin akan melontarkan kata-kata kurang pantas ke dirinya. Deja vu mulai mendominasi pikirannya. Kejadian seperti ini pernah terjadi sebelumnya dan Kalu pastikan apa yang akan terjadi setelahnya akan sama seperti sebelumnya.